Menyambut Yogyakarta Warisan Dunia

Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mensosialisasikan Yogyakarta Warisan Dunia, salah satunya adalah Sumbu Filosofi yang menghubungkan Monumen Tugu, dengan Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak, Selasa (26/11/2019) di Hotel Ruba Grha, Mantrijeron, Yogyakarta.

Kabid Pemeliharaan dan Pengembangan Warisan Budaya, Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan, pelestarian Kota Yogyakarta sebagai City of Philosophy ditujukan untuk melestarikan nilai luhur Yogyakarta yang dapat diwariskan kepada masyarakat lokal, bangsa Indonesia dan dunia. "Karena itu, salah satunya adalah dengan menjadikan Kota Yogyakarta sebagai warisan dunia (World Heritage) sehingga Yogyakarta dapat memberikan sumbangan berarti bagi peradaban dunia," kata dia. 

Salah satu keistimewaan budaya Yogyakarta, lanjut Dian adalah Kota Yogyakarta itu sendiri. Kota Yogyakarta ditata berdasarkan filosofi yang begitu mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan Alam, serta cerminan perjalanan hidup manusia sejak lahir hingga menghadap sang Khalik, seperti tertuang dalam sumbu filosofi yang menghubungkan Panggung Krapyak-Keraton-Tugu Pal Putih.

"Sumbu filosofis itu sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsep kosmologi Jawa tentang sinergi harmonis dua unsur kehidupan yang diwakili oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi dan Laut Selatan," lanjut Dian.

Penerapan konsep budaya sumbu imajiner dan filosofi pada tata ruang DIY itu telah menghasilkan apa yang UNESCO sebutkan sebagai sarana asosiatif (Associative Landscape) yang merupakan panduan antara unsur budaya bendawi (Tangible) dan tak bendawi (Intangible). "Sehingga dari sosialisasi hari ini diharapkan peserta yang ikut akan menyampaikan kepada masyarakat luas terkait Yogyakarta warisan dunia," kata dia.

Sementara itu Tim Penyiapan Yogyakarta Warisan Dunia 2019, Yuwono Sri Suwito pada kesempatan itu menjelaskan dasar filosofi adalah Hamemayu Hayuning Bawana yang berarti hubungan yang selaras dan harmonis antara Tuhan, Manusia, dan Alam. Yang kedua adalah Sangkan Paraning Dumadi yang memiliki arti perjalanan kehidupan manusia mulai dari dicipatakan sampai kembali kepada penciptanya.

"Untuk itu harus bisa dibedakan dulu antara sumbu imajiner dan sumbu filosofi, dan harus mengetahui nilai dibalik itu semuanya," jelas dia.

Dia juga menyebutkan hubungan Gunung Merapi-Keraton-Laut Selatan dalam konsep Tri Hitta Karana sebagai Sumbu Imajiner, dan hubungan Tugu-Keraton-Panggung Krapyak dalam konsep Lingga-Yoni sebagai Sumbu Filosofi. "Semuanya itu telah dikukuhkan dengan Perda DIY nomor 6 tahun 2012," katanya.

Yuwono juga menceritakan sejarah dan pengertian budaya yang ada di Yogyakarta kepada peserta sosialisasi Yogyakarta Warisan Dunia.

Mewakili pemerintah setempat, dalam peran dan dukungan masyarakat menyambut Yogyakarta sebagai warisan Dunia, Camat Mantrijeron, Subarjilan berharap dengan sosialisasi ini peserta yang ikut dapat menjadi corong bagi masyarakat akan hal tersebut, dan Subarjilan juga mengajak seluruh peserta sosialisasi untuk berkomitmen dan memberi dukungan terhadap Yogyakarta warisan dunia.

"Nanti apa yang didapat hari ini bisa diceritakan kembali kepada komponen masyarakat lain yang tidak hadir pada hari ini, sehingga bisa memberikan dukungan terhadap Yogyakarta warisan budaya, terutama di wilayah Mantrijeron yang dilalui Sumbu Filosofi," kata Subarjilan.

Sumber : https://www.bernas.id/70591-menyambut-yogyakarta-warisan-dunia.html